fadilla kurniasari

Oke, ini emang maksa banget judul postingannya -_____- abaikan ya..
14 Februari… siapa sih yang nggak tahu ama ni tanggal keramat?
Iya, ada sih… Mbah Siti, tetangga depan rumah saya yang umurnya udah 90 tahunan. #lho!
Bukan, bukan… ngaco… maksudnya, semua umat berasmara sejagad raya pasti tahu banget sama tanggal ajaib ini. Terutama bagi para muda-mudi. Karena menurut fatwa MUI, sangatlah tidak gaul dan haram hukumnya apabila ada yang masih bertanya, “Emang ada apaan sih tanggal 14 Februari?”. Apabila pembaca sekalian menemui spesies tidak gaul seperti itu, maka  jawab aja 14 Februari itu hari kebangkitan nasional. #gubrak!
Kembali ke benang biru, (iyaa… saya tau yang bener itu ‘benang merah’ tapi yang warna merah lagi abis jadi pake warna biru nggak papa dong, suka-suka, MASALAH BUAT LO???) #nyolot
Di tanggal sakral ini, mata saya jadi agak sakit karena warna pink nan unyu bertebaran dimana-mana. Khususnya di tempat-tempat umum yang bertitelkan ‘toko’. Misal; toko baju, toko assesoris, toko buku, dan masih banyak toko-toko lainnya. Tapi toko material nggak masuk hitungan ya.. Soalnya selama saya hidup ampe detik ini juga, saya belum pernah menjumpai ada besi dan paku jadi diiket pita pink dan bergambar love nan unyu menjelang valentine tiba.
Nggak cuman toko aja, supermarket dan mall ikutan juga dalam euforia hari raya unyu sedunia ini. Malah kadang ada diskon-diskon segala dalam rangka menyambut valentine. Tapi tentunya dengan harga yang udah dinaikin dulu sebelumnya. Tau sendirilah gimana jeniusnya orang Indonesia.
Di hari valentine, para produsen cokelat jadi panen untung. Menjelang hari valentine, dagangan mereka jadi laris manis. Bahkan nggak cuma cokelat brand ternama aja yang berbahagia. Kesempatan ini juga dimanfaatkan oleh home production cokelat yang kreatif-kreatif banget dalam hal desain-mendesain dunia percokelatan. Mereka unjuk gigi sama para pabrik cokelat di momen hari valentine. Bagitu pula sama halnya dengan produsen bunga baik itu bunga taneman beneran maupun bunga-bungaan alias bunga plastik. Menurut Bunga Citra Lestari selaku duta bunga Indonesia, omzet penjualan bunga meningkat saat momen valentine tiba.
Sejarah adanya ritual Valentine yang identik sama 3 hal unyu (pink, bunga, coklat) tersebut saya kurang tau bagaimana persisnya. Lha wong sejarah proklamasi aja saya lupa, apalagi sejarah valentine. Ngomong-ngomong pak Soekarno dulu ngerayain valentine nggak ya? Pasti nggak deh. Jaman dulu kan Indonesia masih miskin. Bisa makan telo aja udah syukur alhamdulillah, gimana mau beli cokelat? Lagian pak Soekarno istrinya banyak, jadi harus beli cokelat dan bunganya yang banyak. Menurut prinsip ekonomi itu sangat tidak praktis dan tidak baik bagi kesehatan dompet. Tapi ya sudahlah.. biarlah hanya pak Soekarno dan Tuhan saja yang tahu.
Oke.. sebagai penyandang jomblo stadium lanjut sekaligus anggota HJI (Himpunan Jomblo Indonesia) saya juga ingin menyuarakan keluh kesah rekan-rekan seperjuangan saya.
Wahai seluruh umat berasmara, tahukah kalian bahwa 14 Februari itu adalah hari ternista dan terkampret bagi saudara-saudara kalian yang mengidap penyakit jombloisme? Tolonggglah..TOLONGGG!!! (ini ngetiknya sambil nangis) saya mohon dengan teramat sangat atas nama biawak bencong… bukalah mata hati kalian. Tolonglah sedikit lebih pekain perasaan kalian. Toleransi dalam hal berasmara sangatlah dibutuhkan pada saat-saat genting seperti momen valentine. Kalian tidak mengetahui bahwa selama momen valentine, kami teramat menderita!. Sudah cukup si pink unyu berkeliaran dimana-mana dan membuat mata kami katarak!. Sudah cukup kami ngiler dan memandang nanar pada tumpukan cokelat di supermarket!. Sudah cukup kami demo pada pak SBY agar membuat RUU anti unyuigrafi Indonesia yang melarang peredaran segala hal yang mengandung unsur unyu saat valentine tiba!. Sudah cukup! Sudahhhh cukuuuuuuuuuuuuuupppp!!!!!! #keseleksabun
Ffyyyuuuhhhh…
Ngetik postingan ini emang bener-bener butuh perjuangan lahir dan batin.
So, intinya please banget bagi kalian yang merayakan hari raya valentine supaya lebih peduli pada lingkungan sekitar. Misalnya adalah jangan pamer kalo habis dikasih cokelat sama pacar. Itu sangat menurunkan harkat dan martabat seluruh umat jomblo sedunia. Camkan itu!!!! *pasang tampang garong *bawa golok
Terus, buat teman-teman seperjuangan.. sabarlah.. kawan.. karena orang sabar hidungnya lebar #eh!
Yahhh…intinya selamat merayakan valentine bagi yang merayakan dan bagi yang tidak merayakan, tenang aja. You are not alone.. *nunjuk diri sendiri
Okidoki…sekian postingan kali ini
Salam cinta, salam ceria :)

fadilla kurniasari
Saya tercengang dan sedikit mupeng waktu melihat berita di televisi yang menayangkan adegan para supporter turun ke lapangan untuk menghajar beberapa pemain sepak bola yang sedang bermain.
Kejadian yang cukup membuat saya geleng-geleng kepala ini memakan korban hingga sekitar 74 orang tewas.
Pertandingan yang digelar di Port Said, Cairo, Mesir ini bener-bener ricuh penontonnya. Cuma gara-gara sebel tim sepak bolanya kalah mereka jadi tawuran hebat begitu.
Belum lagi mereka yang nggak ikut tawuran malah menyalakan kembang api secara liar dan membakar stadion. Saya tambah mlongo ngeliatnya. Buset, ampe segitunya? -_______-

Belum ada 10 menitan kemudian saya mindah channel TV ke sebuah acara favorit saya "On The Spot".
Yang dibahas ternyata 7 tragedi kelam sepakbola di dunia. Daaannnn tentu saja peristiwa yang saya tonton di acara berita tadi masuk dalam nominasi.

Saya lantas teringat pada dunia sepakbola di Indonesia. Ricuh supporter di ajang liga Indonesia juga sudah jadi hal yang biasa. Apakah ricuh-ricuh begitu sudah seperti agenda rutin saja di dunia sepak bola?

Saya jadi mikir bagaimana dengan cabang olahraga lain? Rasa-rasanya animo masyarakat nggak ada yang sehebat seperti sepakbola. Bulutangkis misalnya? saya kira kita cukup bisa angkat topi untuk prestasi Indonesia di cabang bulutangkis. Tapi supporternya kayaknya nggak pernah seekstrem seperti di sepakbola. Bukannya biasanya euforia supporter itu akan semakin heboh bila cabang olahraga tersebut jadi andalan kita? Padahal, (maaf tanpa mengurangi rasa hormat) cabang sepakbola di Indonesia belum begitu baik dalam menorehkan prestasi saat ini.

Belum lagi waktu dulu ada kisruh kepengurusan PSSI sepertinya perhatian masyarakat cukup banyak tersedot. Padahal saya dengar sendiri di sebuah acara talkshow di stasiun TV Taufik Hidayat berkata bahwa pada cabang bulutangkis juga pernah mengalami kasus serupa. Tapi mana? gaungnya tidak bergema sekeras kasus PSSI.

Saya merenung apa yang membuat cabang olahraga sepakbola menjadi begitu spesial di mata masyarakat? Bahkan fanatisme sepakbola itu sudah begitu kuat dari mulai tingkat lokal. Saya suka heran kalau ketemu sama supporter PSIS Semarang di jalan. Kadang banyak diantaranya adalah justru anak SMP. Belum lagi mereka suka melanggar peraturan lalu lintas seperti nggak pake helm dan kebut-kebutan misalnya.

Saat perhelatan SEA GAMES digelar di Indonesia, perhatian terbesar masyarakat juga tertuju pada cabang sepakbola. Begitu juga para pemainnya langsung merajai media baik berita formal hingga infotainment. Berbagai talkshow berlomba-lomba menghadirkan pemain Timnas U-23 sebagai bintang tamu mereka. Bahkan ada sebuah stasiun TV swasta sampai membuatkan film televisi (FTV) dengan tema sepakbola. -______-

Apa yang spesial dari sepakbola? Apa yang membedakan sepakbola dengan cabang olahraga lain?

Permainan ini dimainkan oleh dua tim yang masing-masing terdiri dari sebelas orang pemain dan dipimpin oleh seorang wasit dibantu dengan hakim garis. Memang banyak peraturan yang mengikat permainan yang berlangsung selama 90 menit ini. Begitu pula berbagai intrik yang dihadirkan oleh para pemain yang kadang menarik juga untuk ditonton. Banyak aspek yang memengaruhi permainan sepakbola. Dari mulai pelatih dengan strateginya, chemistry antar pemain, keadilan dari sang wasit, hingga kejelian mata hakim garis. Sepakbola memang permainan yang kompleks. Mungkin ini yang menjadikannya begitu menarik untuk ditonton.

Yang jelas tetap saja menurut saya sepakbola itu ajaib.
Seakan harga diri sebuah bangsa dipertaruhkan ketika mengikuti pertandingan sepakbola akbar di kancah internasional. Kok bisa gitu ya? ajaib.

Bagaimanapun sebagai warga negara yang baik, saya selalu mendukung perjuangan atlet-atlet Indonesia cabang olahraga apapun. Dan saya selalu berharap supporter sepakbola bisa meniru supporter cabang olahraga lain. Apa arti bendera fairplay yang selalu dibawa-bawa sebelum pertandingan sepekbola dimulai? Itu jangan cuma diliat doang untuk ceremony belaka, tapi benar-benar dihayati. Kalah menang itu biasa dalam permainan. Juga kepada bapak-bapak wasit hendaknya bisa mengambil keputusan tanpa memihak sebelah. Ketidakadilan anda dalam memimpin jalannya pertandingan juga ikut andil dalam terciptanya kerusuhan supporter.

Yaah..ini cuma sedikit dari isi kepala saya yang mungkin jauh bila dibanding dengan obrolan para pakar dan pengamat olahraga baik secara verba penyampaian hingga aspek bobot. Yang jelas saya cuma heran aja. Sepakbola itu ajaib banget. Kalo kata Syahrini "sesuatu" banget.

sekian postingan kali ini.
salam cinta, salam ceria, salam olahraga :)
fadilla kurniasari
Semua teman-teman kampus saya heboh. Berita sudah terciptanya IP alias nilai Indeks Prestasi terdengar simpang siur. Sebagian berkata bahwa nilai tersebut sudah hasil akhir yang paten, tapi yang lain berkata nilai tersebut masih dimungkinkan adanya revisi kembali. ah.. ini yang namanya galau kuadrat. Sudah galau bingung berapa angka yang tertera pada IP masih ditambah galau dengan berita ketidakpastian tersebut.
Maklum, sebagai mahasiswa semester satu yang masih hijau dengan tata cara dan sistem perkuliahan kami dilanda kebingungan luar biasa. Beberapa teman saya bahkan rela bolak-balik kampus dan ngecek apakah angka di layar komputer kampus itu mengalami perubahan atau tidak. Yang IP nya sedikit berharap angkanya bisa berubah menjadi lebih banyak sedangkan yang sudah puas dengan IPnya berdoa mati-matian bahwa itulah hasil finalnya, tidak boleh kurang tapi boleh kalau nambah. hahaha...

Saya sendiri malah galau bukan karena masalah IP. Saya cuma berharap IP yang yaahh.. yang wajar-wajar sajalah tapi semoga nggak ada matakuliah yang mengulang.
Tanggal sakral 8 Februari semoga memang benar-benar sudah bisa mengetahui dengan pasti angka ajaib tersebut.
Teringat perkataan ayah saya: "jadi orang harus gentle, berani menerima kenyataan dan konsekuensi. Orang yang mau maju seperti itu."
Kalau saya pikir-pikir memang benar. Yang seharusnya dilakukan bukan galau nggak jelas seperti ini. Sabar sajalah menanti hasilnya. Ketika hasil itu sudah keluar maka itulah hasil keringat selama satu semester ini. Berapapun angka yang tertera disitu itulah saya yang membuatnya sendiri. Bila hasilnya bagus, jangan lantas sombong dan angkat dagu hingga lupa diri. Dan jika hasilnya kurang memuaskan jangan terpuruk lantas sedih. Buat evaluasi, ciptakan revolusi dan jadikan resolusi.

Dear Allah..
Aku percaya dan pasrah apapun yang terjadi esok 8 Februari adalah yang terbaik dariMu.
Semoga aku bisa bersikap seperti bagaimana seharusnya aku bersikap.

Salam cinta, salam ceria :)
fadilla kurniasari
Keinget jaman SMA dulu paling hobi nongkrong di sini ---> Gramedia Amaris, sebuah toko buku yang belum lama dibangun dan berlokasi di jalan Pemuda, depan sekolah saya persis.

Pas kelas tiga, saya rajin banget nyambangi tempat itu. Terutama kalo sambil nunggu waktu les.
Yang membedakan Gramedia Amaris sama Gramedia Pandanaran adalah "satpam"nya...
hahaha...begini ceritanya..

Sebagai seseorang yang nggak modal, saya emang rajin ke Gramedia. Bukan rajin beli buku, tapi rajin 'nyolong baca buku'. Dengan tidak sopan saya buka segel buku apa saja yang lagi pengen saya baca lalu ya udah baca ajaa... Nah, makanya saya suka ke Gramedia Amaris karena selain dekat dengan SMA saya dulu, satpamnya juga nggak beredar terus kayak di Gramedia Pandanaran. Di Gramedia Amaris satpamnya dikit dan seringnya jaga di lantai satu doang. Bagian buku kan ada di lantai dua, hahaha...

Gramedia yang notabene toko buku malah saya jadikan perpustakaan. Saya bisa betah berjam-jam disana sambil baca buku dengan tenang dan santainya.
Sebenernya banyak mata-mata memandang aneh saat saya duduk di lantai (kalau bahasa jawanya: "ndlosor") seenak jidat sambil baca buku. Tapi cuek ajaaaa. Kalo kata Soimah , "MASALAH BUAT LO?"
hahaha..emang dasar muka tembok jadi nyantaaiiii ajaaa

Palingan juga pernah sih, ada mbak-mbak pegawai Gramedia dateng trus ngingetin saya. Tapi saya cuma berdiri, pasang tampang inocent, manggut-manggut sambil bilang "iya, mbak, maaf" terus duduk lagi dan lanjut baca pas si mbak udah pergi. hahaha...
pokoknyaaaaa enak banget dah disitu, modalnya cuma pede aja, nggak usah hiraukan pandangan sinis pengunjung lain.(dil, malah ngajarin jelek! -________-) 

Eh, pernah juga ada anak SMP tadinya malu-malu kucing bolak-balik liat sampul buku sambil ngeliatin saya yang lagi baca buku dengan santainya. Eh, terus dia terinspirasi dari saya kali ya jadinya ngikut main sobek aja tu plastik segel buku dengan sadisnya dan menyembunyikan tu plastik di saku celananya terus capcuss duduk di sebelah saya baca buku deh. hahahaha.... good job dek :D

Oh, ya satpamnya juga pernah sih keliling ke lantai dua-di bagian buku, pas saya lagi mau buka segel.
hahaha.. waktu itu nggak siap banget dan saya kaget banget. Sambil rada grogi buru-buru saya benerin sampul yang udah tewas setengah itu dan pura-pura megang tu buku. Jadi ceritanya biar kelihatannya saya mau beli tu buku. hahaha...
Emang dasar geblek!

Terus kenangan paling lucu waktu saya ke Gramedia sama Finda. Eh, disana malah main catur sama masnya pegawai Gramedia. Awalnya saya dan Finda cuma iseng aja liat-liat papan catur yang dipajang di Gramedia. Dari 'ngeliat' berlanjut 'megang' dan malah akhirnya kita buat main berdua. Tau-tau ada mas-mas pegawai Gramedia datengin kami, rada malu waktu itu soalnya kami nggak beli. Eh, malah itu mas ngajak main bareng -____-
Berhubung saya main catur masih amatir banget-banget jadinya pertandingan catur itu dilakoni oleh Finda versus mas Gramedia yang tentu saja dimenangkan oleh mas Gramedia.

Di Gramedia nggak cuma jual buku, alat tulis, alat olahraga, dan alat musik doang, di bagian bawah ada kaset VCD baik musik maupun film. Nah, disitu kan ada TV nya, biasanya buat nyobain muter VCD kalo ada pembeli yang minta ngecek apakah VCD itu macet-macet atau nggak. Berhubung Gramedia Amaris itu masih baru, jadinya belum seramai Gramedia Pandanaran. Nah, mbak-mbak yang jaga stan VCD jadinya nganggur, mereka pada muter film trus nonton. Saya ikutan nimbrung disitu dan nonton film. hahaha... lumayan nonton film gratis kan..

Pokoknya asik banget deh disitu..
Saya kangen banget udah lama nggak kesana.. habisnya lumayan jauh dari rumah.
Kalo denger lagu Titanic (My Heart Will Go On- Celline Dion) saya langsung inget sama Gramedia Amaris, soalnya dulu disana rajin banget muter instrumental lagu itu. Bikin betah dan nggak pengen pulang. hahaha..
Tapi, coba bayangkan kalo semua pengunjung Gramedia berkelakuan busuk seperti saya.. bisa-bisa gulung tikar deh hahaha... Si Gramedia seneng kali ya udah nggak saya apelin lagi.

Kepada: Gramedia Amaris, aku merindukanmu :)
Sekian postingan kali ini
Salam cinta, salam ceria :)
fadilla kurniasari

Mentari yang masih berdiri sepenggalah menyapa lembut ruas jalan Supriyadi yang lalu lintasnya kini mulai padat. Sekarang adalah menjelang pukul tujuh pagi. Jam-jam sakral bagi para pelajar malas yang bangun kesiangan dan sedang berpacu dengan waktu untuk sesegera mungkin sampai sebelum hukuman menyambut di depan pintu gerbang sekolah. Para pekerja dengan jadwal pagi dari mulai buruh kecil yang mengayuh sepeda hingga pegawai kantoran bermobil sama-sama memacu tunggangannya. Supir angkot yang membunyikan klakson, bersaing sengit dengan teman seperjuangannya, heboh berebut penumpang ibu-ibu yang hendak belanja ke pasar terdekat. Hari itu ramai. Mungkin memang selalu ramai begitu setiap harinya. Terus berulang seperti detik jarum yang berotasi dari angka 12 hingga kembali lagi ke angka 12.
Di bahu jalan Supriyadi, seorang wanita paruh baya berjalan kaki menggandeng dua orang anak berseragam sekolah dasar. Tidak, seragamnya bukan berwarna putih pada kemeja dan bukan berwarna merah pada rok ataupun celananya. Tidak, badge almamater di bahu kanan kedua anak tersebut juga bukan bertuliskan nama sebuah SD swasta di kawasan Supriyadi. Pun tas yang dibawa kedua anak tersebut mungkin beratnya jauh lebih ringan dari segerombolan bocah SD lain yang melaju dengan sepeda menyalip mereka secara sembarangan. Mata kedua anak tersebut sipit, tapi mereka bukan keturunan tionghoa. Serta sorotan matanya tampak lucu kalau tak mau dibilang sedikit bodoh.
Si ibu berwajah tirus, kulitnya mencerminkan bahwa ia akrab dengan sinar matahari. Wajahnya kuyu, dengan ekspresi datar sekali. Ya, datar. Tidak tersenyum, tidak cemberut, tidak sedih, tidak bahagia, tidak tahu. Ibu itu benar-benar seperti hantu. Berbeda dengan kedua anak yang digandengnya itu. Mereka terus memamerkan gigi mereka yang tampak tidak rata itu. Menatap takjub setiap manusia yang melintas di samping mereka seolah mereka baru pertama kali keluar rumah.
Mereka bertiga selalu melintas di bahu jalan Supriyadi tiap pagi. Dengan ekspresi yang sama, baju seragam sekolah yang sama, tas sekolah yang sama, sandal jepit si ibu yang selalu jelek.  Begitu terus setiap harinya.
Si ibu dan kedua anaknya tadi berjalan semakin merapat ke pinggir kiri jalan Supriyadi. Mereka melangkahkan kaki memasuki sebuah tempat yang memiliki gerbang besar bertuliskan SEKOLAH DASAR LUAR BIASA DAN SEKOLAH MENENGAH LUAR BIASA
Setiap harinya ternyata mereka selalu berjalan kaki menuju tempat itu. Demi menghemat selembar kertas uang lima ribu, mereka rela menempuh perjalanan yang sama sekali tidak bisa dibilang dekat. Dengan peluh bercucuran si ibu juga akan pulang dengan berjalan kaki pula setelah mengantar kedua anaknya. Ironis sekali, suaminya ternyata sudah berpulang ke sisi Tuhan.
Bahu jalan Supriyadi, menjadi saksi bisu
Si ibu tanpa ekspresi,
Si ibu dengan dua orang anaknya yang tuna grahita,
Si ibu yang nyaris tidak pernah tersenyum,
Si ibu yang hidupnya terlihat begitu getir,
Bahu jalan Supriyadi, menjadi saksi bisu
Bagaimana guratan kelelahan si ibu tanpa ekspresi
Bagaimana tatapan nanar si ibu tanpa ekspresi
Bagaimana wajah polos tak mengerti dari kedua anak itu
Bagaimana  racauan para supir angkot yang ditolak si ibu tanpa ekspresi
Bagaimana pandangan aneh orang-orang di ruas jalan Supriyadi


Bersyukurlah… Tidakkah kita sangat jauh lebih beruntung darinya? Kita masih bisa melakukan hal sepele yang sangat sukar untuk dilakukannya. Tersenyum.

Salam cinta, salam ceria :)
NB:From true story, teman kerja ibu saya tapi beda bagian